Kamis, 21 Juni 2012

Bacok Topen, Naluri Mengayomi

Penulis Zamroni Allief Billah | Kamis, 21 Juni 2012 | 16.38.00 |
Seperti yang pernah diterangkan soal topen, caping dari daun jati. Pelindung para gembala saat hujan tiba-tiba datang. Kreatifitas mereka dalam membuat caping dari daun jati tersebut didapat secara turun temurun dari para leluhur.

Namun ada satu hal yang telah menjadi tradisi setelah topen itu selesai digunakan. Topen tidak akan pernah diletakkan kecuali di pinggir jalan. Sehingga usai dimanfaatkan topen akan berjajar sepanjang jalan dimana dia menggembala.

Sebuah tradisi yang berawal dari kebiasaan berdasarkan naluri mereka. Demikian juga generasi setelahnya akan meniru tanpa adanya sebuah aturan yang mewajibkan demikian. Sebuah undang-undang cah angon yang dengan patuh dan sukarela ditaati. Tanpa adanya sebuah ancaman bila tidak melaksanakan aturan tersebut. Secara sukarela karena telah menjadi naluri mereka untuk patuh pada kebiasaan.

Akan tetapi, demikian juga pengalaman Sunardi, dulu hingga kini masih terjadi. Saat topen telah berjajar di pinggir jalan maka siapapun yang melintas akan membabatkan parang atau sabitnya ke Topen tersebut. "Mungkin hanya naluri untuk mengembalikan topen tersebut ke asalnya. Agar segera lebur menjadi pupuk dan tanah menyuburkan hutan. Sehingga daunnya bisa kembali dimanfaatkan," rabanya.

Sunardi sendiri mengaku tidak pernah tahu tentang adanya kebiasaan tersebut. Akan tetapi secara naluri tangannya tiba-tiba seperti digerakkan untuk membabat Topen tersebut. Begitu juga dengan orang-orang lain yang kebetulan melintas. Maka mereka akan mengayunkan sabitnya untuk membabat. Sehingga topen akan menjadi ceceran daun jati kembali.

Namun Praptomo, salah seorang pemerhati budaya asal Sale berbicara lain. Bahwa tidak salah adanya kemungkinan bahwa yang dilakukan adalah dalam rangka agar dari alam segera kembali ke alam. Topen yang berasal dari daun jati dibabat dan segera diuraikan menjadi pupuk. Lalu menyuburkan jati dan menghasilkan daun jati yang baru lagi.

"Sangat dimungkinkan topen yang telah digunakan lalu ditempati semacam klabang atau hewan kecil berbahaya lain. Maka kebiasaan tersebut juga berfungsi untuk menyelamatkan para penggembala lain. Naluri saling melindungi telah secara otomatis tertanam dalam jiwa para bocah angon itu. Sehingga tidak rela kawan mereka akan tersakiti oleh hewan yang bisa menyengat tersebut," terangnya.

Sebuah naluri yang secara otomatis terbina oleh alam. Sehingga menurut lelaki yang biasa disapa Mbah Tom ini kesemuanya itu adalah naluri alam. Naluri untuk saling melindungi dan tentunya naluri untuk kembali menyeimbangkan alam. Dari alam dan akan kembali menyempurnakan perjalanan alam.

Tidak ada komentar:

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman