Senin, 04 Juni 2012

'Mencuri' Wahyu Makutha Rama

Penulis Zamroni Allief Billah | Senin, 04 Juni 2012 | 10.09.00 | Location:Jatirogo, Indonesia



Mendengar 'Dhalange Rembang' Ki Sigid akan pentas di Jatirogo membuat para 'punakawan' (fans) Dhalang Sigid yang di Sale umyeg. Pasalnya baru sore itu mendapatkan khabar bahwa malam nanti Dhalang Sigid akan membawakan lakon 'Wahyu Makutha Rama'. Terbetik dalam hati untuk ikut 'Mencuri' wahyu tersebut.

Tersiar khabar bahwa Arjuna pergi meninggalkan kerajaan. Berbagai penafsiran muncul atas kepergian Arjuna terlebih di pihak Kurawa. Terlebih dalam pisowanan tersebut Duryudana menyampaikan bahwa dia telah mendapatkan sasmita bahwa Dewata akan menurunkan Wahyu Makutha Rama. Tidak ingin kecolongan dengan Arjuna, maka atas saran Durna dipanggillah Narpati Awangga, Basusena untuk dikirim mencari wahyu suci yang kabarnya akan diturunkan di gunung Kutharunggu.

Durna menerangkan, Wahyu adalah kanugrahan dari Tuhan berupa harta benda, pangkat atau kemuliaan. Untuk mendapatkan wahyu tidak bisa tidak kecuali dengan jalan berungguh-sungguh. Mendekatkan diri pada sang Kuasa dengan tirakat dan tapa bhrata. Bila jalan itu ditempuhnya maka hilanglah nilai dirinya. Tidak lagi dia merasakan kecuali keagungan Tuhan. Sehingga tidak setiap orang mampu memperoleh wahyu kecuali dengan jalan dan kesungguhan. Tulus ihlas tanpa mengharapkan hingga bagi penerima wahyu dia sendiri acap kali tidak merasai. Kesempurnaan dalam pasrah serta luhurnya pekerti dalam menghargai sesama adalah wujud wahyu yang telah merasuk dalam lakunya.

Basukarna menghadapa Duryudana dan menyatakan siap dikirim sebagai utusan. Akan tetapi ada satu syarat yang diajukan kepada Raja Astina tersebut.
"Saya siap berangkat tapi tidak dengan pengawalan dari bala kurawa. Untuk mendapatkan wahyu bukan hal yang mudah dan daya juang kurawa sangat lemah. Saya hanya memerlukan pasukan yang kuat lahir dan bathin. Siap menghadapi tantangan dan tidak mudah menyerah," pintanya pada Duryudana.

Permintaan dikabulkan dan Basukarna segera berangkat menuju 'Wukir Kutharunggu' bersama sepasukan dari Awangga. Bagi Basukarna perjalanan mencari wahyu adalah pelajaran hidup yang tinggi. Tidak ada kata menolak untuk memperoleh kanugerahan perjalan penuh pelajaran tersebut. Dia tidak mau melewatkan perjalanan itu kecuali dengan para prajuritnya. Orang-orang terkasih yang akan bersamanya mencari pelajaran tertinggi sepanjang perjalanan nanti.

Secara pribadi, Narpati Awangga (Basukarna) tidak pernah peduli akan memperoleh wahyu tersebut atau tidak. Karena baginya Wahyu adalah hak dewata yang akan diberikan kepada mereka yang pantas mendapatkannya. Hanya demi kepantasan tersebutlah dia bersama orang-orang terkasihnya melakukan perjalanan suci. Bukan nilai akhir akan tetapi begitu menikmati tahapan demi tahapan proses perjalanan menuju wahyu tersebut. Dengan bersungguh dan tidak ada kata menyerah baginya. Sekali berjalan apapun rintangan akan dihadapinya biarpun nyawa taruhannya.

Sampai di Gunung Kutharunggu Basukarna dihadang Anoman. Anoman sebelumnya mendapat titah dari Begawan Kesawasidhi untuk tidak mebiarkan siapapun mengganggunya. Sang Begawan sedang bertapa di gunung tersebut. Namun Basukarna bersikukuh ingin bertemu Sang Begawan. Terjadilah peperangan di antara keduanya. Seluruh pasukan Karna mampu ditaklukkan Anoman.

Hingga akhirnya sebagai pamungkas dikeluarkanlah pusakan andalan milik Basukarna. Jemparing Kuntawijaya Danu dilesatkan ke dada Anoman. Kekuatan anoman tak tertandingi, Kuntawijaya Danu berhasil ditangkap oleh Anoman saat hendak dilesatkan ke dadanya. Anoman trah dewata dia sadar bahwa padang Kurusetra telah menanti para kusuma bangsa gugur di sana. Basukarna tidak boleh mati kini dan masih ada sejarah yang harus dia torehkan. Pusaka dibawanya dan membiarkan Karna tetap hidup.

"Kekalahan adalah manakala aku berpulang tersia. Aku bersumpah akan tetap meniti perjalanan ini hingga wahyu berhasil kugapai ," Basukarna tidak menyerah dengan kekalahan perang tanding dengan Anoman. Mencari seribu jalan lain yang masih membentang panjang. Bahwa sebelum wahyu datang dan sebelum ada titah maka haram baginya kembali dengan tangan hampa.

Arjuna masih dalam perjalan bersama punakawan. Semar memberi petunjuk kepada Arjuna perihal Wahyu yang dikejarnya. Wahyu Makutha Rama adalah wahyu ratu, pesan Semar pada Arjuna. Kearifan memimpin dan keadilan dalam menegakkan hukum lengkap terangkum. Maka sempurnalah mereka yang mampu mendapatkannya.Untuk mendapatkan wahyu tersebut, lanjut Semar harus dengan 'Tapa Ngrame'. Berada dalam keramaian dan membaur dengan masyarakt luas. Berilah mereka yang meminta dan bantulah mereka yang membutuhkan. Tanpa pandang bulu dan batasan usia. Kasihilah mereka sebagai saudaramu.

Keempat saudara Wibisana yang merupakan penggambaran dari keempat nafsunya masih berjalan kebingungan. Mencari tempat yang bisa menyempurnakan keempatnya. Sampailah perjalanan mereka berempat pada sebuah gunung. Dilihatnya sinar terang dari gunung tersebut. Setelah didekati ternyata Arjuna sedang bertapa.

Sebelum Wibisana muksa dalam perjalanan spiritualnya bertemu dengan Kumbakarna. Saudaranya itu masih belum sampai pada 'Alam kasuwargan'. Maka Wibisana memerintah saudaranya tersebut untuk mencari manusia yang bisa menyempurnakan perjalan ruhnya. Agar tidak mengawang di alam yang tidak jelas. Begitu juga kepada keempat saudara Wibisana. Diluruhnya Sufiyah, Lawwamah, Amarah, Muthmainnah sebelum menhadap sang pencipta. Terbukalah gerbang-gerbang langit, tabur bunga mengiring perjalanan Wibisana. Sang nata telah muksa.

Arjuna merasa terganggu dengan kehadiran empat sosok tersebut. Ketika hampir kalah maka datanglah dia pada Semar untuk meminta petunjuk. "Bagaimanapun juga itu adalah titah yang harus kau sempurnakan. Jangan pernah menyerah untuk terus melawannya. Tapa Bratamu akan menyempurnakan keempatnya menuju ruang hampa. Nanti akan datang cahaya terang yang menyempurnakan keempatnya menuju alamnya," pesan Semar pada Arjuna. Sempurnalah mereka dalam terang cahaya. Sempurna pula Arjuna dengan perlawananannya dalam Tapa Brata.

Atas kemenangannya melawan Basukarna, Anoman sowan Begawan. Mengahturkan pusaka Kuntawijaya Danu sebagai rampasan.
"Anoman, apa kau telah merasa hebat dengan mampu menguasai pusaka orang lain?. Tidakkah kau tahu kehinaan apa yang dia rasakan saat satu-satunya kehormatannya kau rampas. Pusaka andalan adalah nyawa baginya. Maka bagi satria kematian akan melunaskan kehinaan. Sebagai Begawan kau tak patut membuat orang lain terhina dan kecewa. Sebagai hukuman, pergilah kau untuk melakukan pengorbanan. 'Tapa Ngrame' berikan bantuan mereka yang membutuhkan," Perintah Begawan Kesawasidhi kepada Anoman.

Sampailah perjalanan Arjuna pada puncak gunung Kutharunggu. Arjuna sowan sang Begawan, pertanyakan tentang wahyu yang akan turun di sana. Ada satu syarat yang diajukan Sang Begawan kepada Arjuna. Harus percaya dan yakin pada apa yang akan disampaikan sang Begawan. Arjuna menerima persyaratan tersebut dan tunduk patuh sebagi Murid kepada sang guru bathin. Tak ada sehela nafaspun yang terlewatkan tanpa kepatuhan.

Lalu dibeberlah hasta Bhrata kepada Arjuna:

1. Kapisan bambege surya, tegese sareh ing karsa, derenging pangolah nora daya-daya kasembadan kang sinedya. Prabawane maweh uriping sagung dumadi, samubarang kang kena soroting Hyang Surya nora daya-daya garing. Lakune ngarah-arah, patrape ngirih-irih, pamrihe lamun sarwa sareh nora rekasa denira misesa, ananging uga dadya sarana karaharjaning sagung dumadi.
2. Kapindho hambege candra yaiku rembulan, tegese tansah amadhangi madyaning pepeteng, sunare hangengsemake, lakune bisa amet prana sumehing netya alusing budi anawuraken raras rum sumarambah marang saisining bawana.
3. Katelu hambeging kartika, tegese tansah dadya pepasrening ngantariksa madyaning ratri. Lakune dadya panengeraning mangsa kala, patrape santosa pengkuh nora kengguhan, puguh ing karsa pitaya tanpa samudana, wekasan dadya pandam pandom keblating sagung dumadi.
4. Kaping pate hambeging hima, tegese hanindakake dana wesi asat; adil tumuruningriris, kang akarya subur ngrembakaning tanem tuwuh. Wesi asat tegese lamun wus kurda midana ing guntur wasesa, gebyaring lidhah sayekti minangka pratandha; bilih lamun ala antuk pidana, yen becik antuk nugraha.
5. Kalima ambeging maruta, werdine tansah sumarambah nyrambahi sagung gumelar; lakune titi kang paniti priksa patrape hangrawuhi sakabehing kahanan, ala becik kabeh winengku ing maruta.
6. Kaping nem hambeging dahana, lire pakartine bisa ambrastha sagung dur angkara, nora mawas sanak kadang pawongmitra, anane muhung anjejegaken trusing kukuming nagara.
7. Kasapta hambeging samodra, tegese jembar momot myang kamot, ala becik kabeh kamoting samodra; parandene nora nana kang anabet. Sa-isene maneka warna, sayekti dadya pikukuh hamimbuhi santosa.
8. Kaping wolu hambeging bantala, werdine ila legawa ing driya; mulus agewang hambege para wadul. Danane hanggeganjar myang kawula kang labuh myang hanggulawenthah.

Delapan pitutur luhur dari sang Begawan kepada Arjuna. Harus mampu seperti bumi yang perkasa mengangkat beban yang diemban tanpa keluhan. Berwatak Surya (matahari) yang mampu menerangi jagat raya tanpa pandang bulu. Berwatak Rembulan yang berikan penerangan dalam gelap. Tuntun siapa saja mereka yang kebingungan mencari jalan. Selanjutnya harus mampu berwatak samirana (angin) yang mampu masuk dan membaur kemanapun bahkan hingga tempat tergelap sekalipun.

Sebagai Pemimpin juga harus memiliki watak Jaladri (Samudera) yang memiliki keluasan jiwa untuk menampung apa saja. Baik dan buruk mampu ditampungnya dengan kearifan. Watak air atau tirta yang memberi kehidupan kepada seluruh makhluk. Sebagai pemimpin yang mampu menuntun kehidupan lahir dan bathin dari seluruh bawahannya. Selanjutnya harus mampu berwatak Kartika (Bintang) yang selalu memberikan keindahan pada semesta. Seorang pemimpin harus mampu memberikan rasa nyaman pada bawahan. Yang terakhir sebagai pemimpin harus mampu berwatak Dahana (Api). Memberikan keadilan yang merata pada semuanya.

Terakhir, Begawan Kesawasidhi menitipkan pusaka Kuntawijaya Danu kepada Arjuna untuk diberikan kepada pemiliknya. Tidak samar pada pusaka tersebut, bahwa itu adalah milik saudara tuanya, Karna. Dalam perjalan mencari Basukarna, Arjuna bertemu dengan Bima yang telah mencari berhari-hari. Hendak memastikan keberadaan Arjuna apakah baik-baik saja.

Perjalanan Bima, Sebelumnya bertemu dengan Kumba Karna. Sesuai petunjuk Wibisana maka Kumba Karna berkelana mencari seorang satria yang mampu menyempurnakan kematiannya. Terjadilah peperangan antara Bima dan Kumbakarna. Bima tidak mau membunuh sedang Kumbakarna tetap bersikukuh. Baginya hanya Bima yang mampu menyempurnakannya. Akhirnya Bima berhasil menaklukkan Kumbakarna. Lalu Kumbakarna menyatu dalam tubuh Arjuna. Menjadi kekuatan bagi Bima sebagai bentuk pengabdian terakhirnya pada Dewata.

Bima dan Arjuna, Setelah bertemu keduanya lalu bersama-sama mencari dimanakah Basukarna berada. Hendak mengembalikan pusaka yang telah dititipkan sang Begawan. Setelah bertemu Narpati Awangga, Arjuna menunjukkan bahwa Wahyu yang secara fisik diterimanya adalah berupa jemparing pusaka Kuntawijaya Danu. Sebagaimana pesan sang Begawan maka dihaturkan pusaka tersebut kepada sang pemilik.

Keduanya berpelukan, menyatu sebagai saudara. Wahyu dan perjalanan telah memberinya pelajaran maha tinggi. Meniti masing-masing keyakinan dan kelak akan bertemu dalam perang Bharatayuda. Tugas Kresna sudah lunas, pelajaran telah diterima keduanya dan mereka yang telah meniti perjalanan. Kresna kembali kepada wujud asalnya yang sebelumnya menjadi Begawan Kesawasidhi.

(Disarikan dari Pementasan Dhalang Sigid di Sadang-Jatirogo Tuban. Sabtu malam 02 Juni 2012)

Tidak ada komentar:

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman