Jumat, 16 Agustus 2013

Makna Makan Batu Sesungguhnya

Penulis Zamroni Allief Billah | Jumat, 16 Agustus 2013 | 16.28.00 |
Mbah Kasrun
:sebuah catatan pribadi
Angin pagi berhembus di kaki Gunung Butak. Lelaki yang sudah berumur itu sesekali menarik nafas panjang di sela raungan suara truk pengangkut batu tambang yang sudah mulai beraktifitas. Rumah kayu yang dia huni lebih setengah abad sudah kropos di berbagai sisinya. Mbah Kasrun, demikian tetangga akrab memanggil lelaki 74 tahun ini.

Lelaki tua yang tinggal di RT 4 RW 3 Desa Tegaldowo Kecamatan Gunem ini hanya menikmati sisa hidupnya dengan isteri tercinta. Sebab anak-anaknya lebih memilih merantau dan akhirnya menetap di tanah perantauan. Apalagi sejak tanah-tanah warga banyak yang dijual melalui calo-calo, kini menurut Kasrun banyak sekali perubahan yang terjadi di desanya. Mulai pola hidup dan perubahan bangunan serta semakin banyaknya kendaraan yang lalu lalang di desa yang dulunya tenang itu.

Kasrun berkisah, bahwa orang tua dahulu seringkali berpesan bahwa gunung-gunung yang ada di wilayah selatan desa itu akan laku terjual. "Orang-orang akan makan batu kelak", kata Kasrun menirukan pesan orang-orang tua dahulu.
"Jika kalimat tersebut ditelan mentah apa adanya, sekarang terbukti apa yang dikatakan orang-orang tua kita dulu. Bahwa tanah bebatuan yang dulu bisa dikatakan tidak ada harganya kini terjual berkali-kali lipat," ujarnya.
Namun menurut Kasrun, kalimat yang disampaikan para orang-orang tua dahulu tidak bermakna demikian. Bahwa pada kenyataannya yang ada adalah Gunung-gunung itu menyimpan air. Sebagai tandon yang mengalirkan ke berbagai daerah di sekitar pegunungan tersebut bahkan hingga di Sumber Semen Desa Tahunan Kecamatan Sale yang sumbernya begitu besar luar biasa.
Dari sumber itulah, lanjut Kasrun banyak tanah-tanah yang mendapatkan alirannya. Bahkan hingga mengaliri persawahan di kawasan Kebonharjo Jawa Timur. Belum lagi Perusahaan Daerah Ar Minum (PDAM) yang kini mengalirkannya hingga wilayah Lasem dan bahkan Rembang.
"Inilah yang saya maksudkan sebagai makna sejati dari kalimat itu. Bahwa sesepuh dulu mengatakan gunung-gunung akan terjual maka yang laku dijual adalah air yang merupakan intisari gunung itu sendiri. Dan aliran persawahan yang subur makmur karenanya, adalah sebab batu-batu gunung yang menyimpan air di dalamnya," terang Kasrun.
Akan berbeda maknanya kata dia ketika gunung-gunung itu secara utuh terjual dan ditambang sehingga batu-batu yang berdiam di sana sebagai tandon air tak lagi ada. Lalu bagaimana nasib ratusan hektare persawahan pada nantinya. Dan bagaimana pula nasib warga Rembang yang selama ini bergantung kepada PDAM.
Awalnya dia tidak tahu bahwa gunung bebatuan itu sebagai tandon air. Hanya ada sebuah tanda tanya besar dalam hatinya tentang sumber mata air yang begitu besar di wilayah desa-desa di kawasan gunung tersebut. Pertanyaannya terjawab ketika ada keterangan dan anak cucunya tentang fungsi gunung bebatuan itu.
"Saya sangat yakin bahwa gunung bebatuan itu adalah tandon air. Mereka menyerap air ketika hujan datang lalu mengalirkannya ke sumber-sumber yang tersebar di berbagai kawasan. Maka bila gunung dirusak, sumber mata air akan menjadi rusak pula karenanya," ucap Kasrun dengan mimik muka serius.

>> http://mataairradio.net/peristiwa/saya-menyesal-menjual-tanah-untuk-tambang









Tidak ada komentar:

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman