Jumat, 03 Februari 2012

Tradisi Tunggangan

Penulis Zamroni Allief Billah | Jumat, 03 Februari 2012 | 10.30.00 | Location:Tegaldowo, Gunem, Indonesia
Tradisi Tunggangan

Bagi sebagian warga Desa Tegaldowo Kecamatan Gunam Kabupaten Rembang meyakini bahwa ritual 'ngarak' (ngiring) pengantin mesti menaiki kuda tunggangan. Khususnya pengantin lelaki yang hendak diiring menuju rumah pengantin perempuan.

Adat di Tegaldowo ini menurut Mbah Jenggot salah seorang sesepuh setempat adalah berawal dari babat desa Tegaldowo. Tegaldowo menurut Mbah Jenggot tidak akan ada tanpa adanya seorang sakti berjuluk Pangeran Ranggadhita. Dialah seorang yang telah membabat alas Pasowan. Hutan lebat yang masuk wewengkon Rembang yang berbatasan dengan wilayah hutan Blora.

Satu persatu kayu-kayu besar dia tumbangkan untuk membuka lahan pertanian. Tersebutlah kesaktiannya tersebut hingga padesan yang berdekatan dengan wilayah hutan Pasuwan. Satu persatu mereka yang penasaran akhirnya datang menyaksikan seorang sakti yang sedang membabat tanah wingit itu.

Dari situlah penduduk desa lain yang semula hanya datang menyaksikan berikrar setia menjadi murid dan pengikut sang Pangeran. Sang pangeran pujaan dan guru penduduk tersebut kini hanya mengawasi para murid dan pengikutnya yang sedang membabat hutan Pasuwan.

Menunggang kuda kesayangan, Pangeran Ranggadhita dengan pakaian sederhana serba hitam mengelilingi area hutan yang kini telah menjadi ladang dan lahan pertanian. Melihat guru yang dipujanya selalu menaiki kuda dalam mengawasi murid yang sedang bekerja, inilah yang menjadi inspirasi dang semangat mereka.

Setiap mendengar gemerincing dan derap kuda seolah kekuatan mereka menjadi berlipat. Cinta kasih sang Guru yang sedemikian mendalam menjadikan mereka begitu memuja sang Pangeran. Hampir setiap dari mereka selalu membayangkan bisa memiliki kuda tunggangan. Hingga mereka semua bisa segagah Pangeran Ranggadhita di atas kudanya.

Bermula dari kisah masa lalu itulah kata Mbah Jenggot yang membuat warga Tegaldowo menggunakan kuda sebagai tunggangan saat hendak melangsungkan pesta pernikahan. Hal itu telah menjadi ritual adat yang masih terjaga hingga kini.

Tidak hanya mereka yang hendak ke pelaminan akan tetapi untuk bocah Tegaldowo yang hendak disunat (dikhitankan) juga mendapat kehormatan yang sama. Agar kelak mereka besar menjadi seorang hebat macam Pangeran Ranggadhita. Maka sebelum dikhitan bocah tersebut mesti naik kuda dan diarak keliling desa. Ini semua adalah karena kecintaan sang Pangeran yang demikian besar hingga mengakara kepada anak turun penduduk yang dahulunya menjadi murid pangeran Ranggadhita. Menjadi adat yang masih terjaga apik hingga kini di alas Pasuwan yang kini telah menjadi desa Tegaldowo.

Tidak ada komentar:

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman