tak lagi disetiap teori – teori maharsi
juga dalam ocehan si gila dan celoteh manja anakku yang belum mampu bicara
disanalah seharusnya bersemayam dirimu hingga tak lagi aku bertanya tentangmu tentang kita dan tentang segalanya.
kau selalu membisikkan padaku bila kau merajai setiap tanya yang tak lagi butuh jawab. hingga tak lagi perlu ku mencari sebab setiap sisi telah terisi.
malu tak lagi mendapatimu disetiap pandang melayang, ku mencari mu dibalik bukubuku tua
tak jua kujumpa ditumpukan lusuh al – hikam yang tak lagi terbaca ku mencoba melirikmu disana sebab dulu disanalah pertama kita bersua
hingga tak lagi merasa melihat meraba mendengar juga mencinta sebab ternyata dirimu jua bukan lagi diriku yang berpura mencari seolah bingung dan selalu bertanya
padahal sesungguhnya tanya adalah engkau dan jawab juga dirimu.
sesekali mencoba berpuisi memuji indahmu dan terkadang mengeluh gaduh sambat tak sambut padahal sejatinya engkaulah huruf dari setiap kata juga ruh dari setiap makna yang mencoba dikhabar khobir yang hanya memunculkan kibr.
dan sahabatku dengan kerling mata mendewa berpolah pongah seolah tahu segalanya padahal dia adalah sesungguhnya engkau yang sejenak pinjamkan warna dan sedikit kuasa hingga bicaranya mampu membuka telinga dan mata.
sesekali dan hampir selalu dia tak lagi merasa hingga bertanya dimanakan engkau berada dan tidak sama sekali menyadari bila engkau telah membisikkan tanya dimanakah berada dirimu sesungguhnya.
sama juga diriku dia bicara tentang perjumpaan denganmu dalam canda dan katakata biasa seperti halnya kala dia tak mau lagi menengadah gundah juga merunduk khudlu’
namun kau membiar samar tentang kalam khobar yang sejatinya selalu terujar disetiap nafas yang terbuang dan masuknya udara disetiap pori yang terkadang dan selalu dia ingkari
sama juga denganku yang tidak dan belum benarbenar mengenalmu hanya sesekali mengira telah sedemikian lekat dan erat walau sesungguhnya engkaupun tak pernah jauh menjauh.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar