Misteri Rembang-Ritual Buto Ijo
Dihamparan tikar pandan yang masih kelihatan baru, berjajar dengan rapi kembang setaman, menyan arab, ayam kampung yang sudah dipanggang dan tampak semu kemerahan dibalur kecap manis (tujuh ekor), kendi berisi air putih.
Sebelah panggang ayam ada beberapa botol kecil minyak wangi, berwarna hitam pekat misik, kemerahan za’faron dan semerbak wangi melati dari salah satu botol yang dipajang di atas tikar pandan tersebut. Madat mahal juga tampak melengkapi sesajen.
Mendekati jam dua belas malam asap dupa hio sebanyak sebelas biji mulai dinyalakan brpadu dengan kepul kayu gaharu yang telah dinyalakan sejak awal ritual. Lalu perlahan dengan penuh penghayatan, lelaki berpakaian serba hitam khas kejawen lengkap dengan blangkon melafalkan mantra berulang-ulang.
Lirih terdengar mantra dilafalkan terbawa angin yang menghembus membius kami yang berjarak sepuluh depa (sekitar 15 meter) dari tempat Kang Rofiq melakukan ritual. Suara Rembang seksama menyaksikan setiap detail ritual dari awal.
Aku si Wong Alus, aku teka ngger
Jangkep lawan kakang kawah adhi ari-ariku
Keblat papat lima pancerku ya iku aku
Tumekaning si jabang bayi
Buta Ijo kancaku sing bagus
tak jaluk mreneya
Iki aku si bathara karang
Ana sing perlu tak aturke
Marang awakmu
Tak enteni saiki tekaa mrene
Berulang ulang mantra tersebut di lafalkan, di bawah pohon besar di sendang desa Sambiroto kecamatan Sedan kabupaten Rembang. Menurut Rofiq (pelaku ritual), bahwa sesajen tersebut adalah kesukaan Buto Ijo.
“Nanti dia akan datang melahap dengan panggilan dari mantra dan bau dupa ritual yang kita gelar. Dan setelah Buto kenyang melahap seluruh sesajen, maka dia akan bertanya tentang maksud kita mengundangya. Maka apapun yang kita minta akan dituruti sebagai pengganti dari makanan yang telah dia habiskan,” katanya.
Sesaat kemudian setelah kira – kira lima belas menit mantra dan dupa memenuhi tempat ritual tersebut dilengkapkan sinar purnama yang seolah hendak ikut melahap kepul asap dan wangi minyak yang mulai ditaburkan pada sesajen yang dipersiapkan. Angin mulai berhembus perlahan seolah memberi isyarat akan kedatangan Buto Ijo yang ditunggu segera tiba.
Angin yang datang makin kencang menggoyang pohon besar di sendang keramat. Lesus datang dan seolah berlomba dengan purnama, hendak melahap sesajen yang ada dan tak menyisakan untuk Buto Ijo.
Rofiq tampak goyah dari jauh tampak bahwa dia mulai gentar menyaksikan angin yang datang begitu kencang. Dia menoleh ke arah kami yang berada lumayan jauh dari tempat dia lakukan ritual. Saat itulah satu sapuan besar memporak porandakan sesajen yang ada. Angin benar – benar tak menyisakan sesajen semua kocar kacir berantakan di persawahan.
Terhuyung, namun pelaku ritual ini segera mengenddalikan diri dan berlari ke arah kami dan menceritakan kejadian yang baru saja menimpanya.
“Sebelum angin datang, ada sebuah suara bernada marah membentak saya. Bahwa saya telah melecehkan Buto Ijo sebab melakukan ritual pemanggilan dengan melibatkan banyak orang,” katanya.
Buto Ijo tidak terima, dan hanya mendengus sehingga mengeluarkan angin puting beliung dan memporak porandakan sesajen yang ada. Lelaki ini menceritakan bahwa Buto juga menyuruhnya untuk meneliti sesajen yang ada.
“Persembahan itu masih kurang satu lagi dari ubarampe yang mestinya saya persiapkan. Tapi seingat ssesajen sudah jangkep sebagaimana yang guru saya perintahkan,” Rofiq garuk – garuk kepala berusaha mengingat namun gurat ketakutan masih nampak jelas di wajahnya sehingga dia tak lagi mampu mengingat apapun kecuali dia harus pulang dan istirahat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar