Kamis, 08 Desember 2011

Misteri Rembang-Watu Gudhig

Penulis Zamroni Allief Billah | Kamis, 08 Desember 2011 | 13.02.00 | Location:Ngulahan, Sedan, Indonesia
Misteri Rembang-Watu Gudig

Kisah ini bermula dari dua orang sakti yang sedang melakukan tirakat di atas gunung Candi Mulyo, Gedur. Bebatuan dan alam yang tercipta atas kebesaran sang kuasa, menjulang di wilayah barat tiga desa.

Pacing, Ngulahan dan Candi Mulyo serupa ceceran perbukitan dalam pelukan gunung gedur. Tetumbuhan serta berbagai jenis buah – buahan tumbuh subur di sana, dalam khas tanah berkerikil dari tiap jengkalnya di wilayah barat kecamatan Sedan itu.

 Berjalan dari wilayah Jawa Timur, atas perintah sang Guru dua pemuda kembar Abdul Jalal dan Abdul Jalil menyusuri hutan dari Senori menuju Bonang, Lasem. Namun di tengah perjalanan di wilayah desa Pos dia mendengar suara gamelan dan tembang macapat yang sangat indah di dengar.

Seperti dihipnotis, kedua pemuda ini berbelok ke kanan menuju sumber suara. Ternyata sedang ada melekan bayi dari salah seorang tetua desa Gedur, di puncak gunung. Sesampainya di sana kedua pemuda ini menyaksikan para pujangga dan pemangku adat sedang bergantian menunjukkan kebolehannya dalam olah suara, melafalkan gendhing – gendhing jawa.

Setelah fajar, Abdul Jalal dan Abdul Jalil tersadar bahwa mereka telah berbelok arah dari tujuan semula untuk sowan ke Bonang menyempurnakan ilmu dengan berguru kepada sang sunan.

Sebagai bentuk penyesalan, kedua pemuda tersebut mengasingkan diri di dalam hutan di puncak gunung Gedur. Tirakat melakukan puasa dan memohon petunjuk kepada sang pencipta.

Saat berpuasa, Jalal sang kakak memiliki kebiasaan untuk melupakan lapar yang dirasakannya dengan tidur sepanjang hari, namun Jalil dari pagi dia memasak di tungku dari perapian yang telah dibuatnya.

Merasa jengkel, tiap kali terbangun menyaksikan Jalil sedang menunggui tungku dan memasak, ditendanglah tungku tersebut hingga terlempar isinya dan tercecer hingga desa Ngulahan sedang tungku terbelah menjadi dua.

Betapa kagetnya jalal melihat ceceran yang dia tendang ternyata adalah kerikil yang dimasak sang adik dan bukan makanan, lebih heran lagi kerikil yang tercecer dan bertumpuk tersebut langsung mengeras dan membatu.

“Tumpukan kerikil yang menyerupai kutil ini, sebagai pengingat hati kakak yang busuk serupa gudig maka besok batu ini akan dikenal sebagai WATU GUDIG,” ucap Jalil kepada kakaknya yang sedari tadi diliput prasangka buruk kepadanya. “Sebagai gantinya kakak harus bisa mengembalikan tungku yang telah terbelah ini menjadi satu dan utuh kembali,” lanjut Jalil.

Jalal hanya tergugu, menangis dan menyesali kekeliruannya dan meminta maaf pada sang adik sebab tidak bisa mengembalikan tungku seperti sedia kala. Atas kebesaran Allah yang diberikan kepada Jalil, maka tungku segera disatukan kembali dan sekejap kemudian telah kembali seperti sebelumnya.

Kepada Jalal, Jalil berpesan agar sang kakak meneruskan kembali ritualnya memohon kepada Allah agar warga di sekitar gunung gedur diberi kehidupan yang cukup walau hanya dari keriki. Lalu jalil melanjutkan perjalanan ke bonang meninggalkan Jalal untuk meneruskan laku prihatin di atas gunung Gedur.

Dalim seorang sepuh warga setempat mengutarkan bahwa memang pada kenyataannya warga di wilayah gunung Gedur mampu hidup walau hanya dengan kerikil. “Mulai dari menjual batu dan hasil olah sawah tegalan yang hampir dipenuhi dengan kerikil di setiap jengkalnya. Mungkin ini barokah dari Mbah Abdul Jalal dan Abdul Jalil,” katanya.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Wallohu a'lam. Beliau berdua Insya Allah adalah wali Allah. Ada versi lain mengatakan beliau mempinyai saudara perempuan juga.

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman