sebuah mantra mustofa
‘suwuk suluk gathuk’ kuucapkan berulang hingga liurkupun menetes antara kalimat yang tak lagi kentara. mungkin hanya solokotho yang terdengar ditelingamu. aku yang tak bisa membahasakan atau kupingmu yang kurang terbiasa dengan bahasa sampah macam ucapku.
Kata – kataku belum cukup mewakili tentang resahku akan kota kecil yang semrawut ini. Aku enggan bicara politik karena aku bukan bagian dari mereka yang mahir membahasakannya. Tapi kau tidak sekedar tahu soal pemimpin kota ini yang baru saja terpilih dengan demo-kratis katanya. Aku hanya tahu dari berbagai media yang mengucapkan selamat atas terpilihnya ‘bapak’ kita secara demo-kratis.
Memang jauh hari sebelum bapak kita terpilih untuk yang kedua kalinya bukankah diiringi dengan demo…? Demo pertama saat hari anti korupsi sedunia banyak yang turun ke jalan meneriaki “maling” kepada bapak kita, dilanjutkan aksi tentang kasus penerimaan CPNS. Sangking demo-kratisnya bapak kita, kata pendemo ada diantara yang diterima sebagai cpns adalah mereka yang waktu tes sedang menunaikan ibadah haji, ada pula yang sedang melangsungkan akad nikah, juga ada yang idiot. Itu sih kata pen-demo, tapi bapak kita tetap yakin bahwa semua itu melalui proses dan tahapan yang jujur, transparan dan tentunya demo-kratis.
Walau banyak dukungan (masih kata pen-demo), mulai dari KP2KKN Jawa Tengah juga ICW. Saat mereka bertandang ke Jakarta bahkan oleh Tama aktivis ICW yang kemarin dihajar preman setelah membongkar celengan gendut, mereka diantar mengadu KPK sempat mampir ke BKN tetapi hasilnya nihil juga.
Sudahlah mau demo apa demo-kratis itu bagian lain dari kota kita. Aku ingin berbicara padamu tidak tentang semua itu akan tetapi sebab keresahanku pada nasib sebagian dari mereka yang kini sedang bergelut mengikuti kebesaranmu (inipun aku sedikit membesar – besarkan).
Kau adalah orang besar dan sangat berpengaruh di negeri ini. Dan aku melihat hampir tiap orang di negeri ini tidak satupun yang tidak merasa memilikimu. Karena itulah tiba – tiba, sebab kau satu kampung denganku aku ingin memilikimu lebih dari mereka.
Mungkinkah hanya perasaanku saja saat aku merasa kau tak peduli pada kota ini ? aku tak pernah melihat kau berkiprah membangun kisah bersama para bocah. Atau hanya perasaanku saja bila aku menilai bahwa kau terlalu besar untuk ngurusi hal – hal yang mungkin bagimu kecil…sepele…?
Bocah – bocah ini, termasuk aku suatu saat pernah bertandang kerumahmu. Kaupun begitu mesra menerimaku hingga kami tiba – tiba menjadi besar kepala sebab bisa menatapmu tak hanya dari layar kaca, begitu nyata diri dan kharismamu bahkan aku bisa menyalamimu dan mencium tangan kyaimu, berharap suwukmu.
Tapi suwuk macam manakah yang kami ingin akupun belum tahu, tapi aku ingin kau tahu. Hanya saja aku tak pandai bicara, hingga dengan gamblang aku dapat sampaikan gelisah dan harap ini padamu.
Beri kami
Suwuk Suluk gathuk
Sabtu, 31 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar