Aku tertatih mengeja tiap kata yang kini huruf demi hurufnya makin tak jelas saja. gigiku satu persatu meninggalkanku tinggal gigi gigi palsu membalut senyumku yang renta
Selalu tulus aku menjalani hari – hari menyedihkan ini. Tapi sesungguhnya aku tak pernah bersedih akan hari yang kini aku jalani hanya saja aku sesalkan akan hari yang telah terbuang tersia sebelum aku beranjak senja.
Aku seorang dalang yang menyimpan banyak kisah mulai Ramayana – Mahabharata hingga kisah yang tak terbukukan pakar sastra. Sayangnya aku lebih mengagumi isteriku yang sedari dulu selalu menemaniku memainkan kisah dibanding kekagumanku akan kisah – kisah yang melegenda.
Tak secantik Dewi Sinta tapi kesetiannya melebihi cerita. Dia selalu mampu menjadikanku Arjuna kala bercengkerama hingga kaki pincang ini tak pernah lagi kumerasa sebagai cacat yang nyata.
Selalu mampu menjelma Sembadra diantara ‘maru –nya, cantik namun tak pernah licik dengan intrik, bahkan jiwa keibuannya selalu berkisah sebagai Khodijah istri Muhammad.
Sinden cantik yang kini oleh anak – anakku di panggil ibu, tak ada yang berubah dari suara juga kenesnya, terlebih kasihnya yang tulus menemaniku hingga pupus masa jayaku saat umurku tak lagi muda dan saat tiga isteriku yang lainnya meninggalkanku.
Kini hari senja ini aku jalani bertemankan seperangkat alat pemahat serta akar akar jati yang aku peroleh dari hutan belakang rumah. Aku susuri urat uratnya demi menemukan sesuatu yang tak pernah ada bahkan dalam benakku sekalipun.
Kau tak pernah tahu betapa indahnya mencari makna dalam setiap urat yang tertoreh alami tapi tak tergali. Aku menyusurinya dengan segenap cinta melebihi cintaku kepada apapun juga. Sebab dengan segenap rasa yang total ku curahkan aku dapat memperoleh semuanya.
Tak pernah aku sebahagia ini sebelum benar benar aku menemukan inti dari makna atas yang tercipta
(simbahku: Ki dalang Soleman Sudarsono)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar