Kamis, 02 April 2020

SABDO PALON NAGIH JANJI | Syekh Subakir | ini pertanda 2020

Penulis Zamroni Allief Billah | Kamis, 02 April 2020 | 02.15.00 |
Ini adalah perjalanan kesekian bersama kawan kawan FOKMAS. Kali ini mengikuti dhawuh untuk melakukan perjalanan ke beberapa titik. Salah satunya adalah ke Syekh Subakir di Gunung Tidar ada apakah sehingga kami harus hadir disana?

Awal tahun 2020, secara pribadi bertemu dengan salah seorang pelaku. Lelaki tua tersebut tak mampu menyembunyikan kegelisahannya. Beliau berkisah telah mendapatkan isyaroh bahwa TOMBAK KYAI SEPANJANG atau RAJAH KALA CAKRA yang ditanam oleh Syekh Subakir sebagai tumbal tanah jawa telah tercerabut dari tempatnya. Spontan beliau berupaya mengembalikan tombak tersebut agar kembali sebagaimana sedia kala. Lelaki sepuh itu justru terpental ber mil mil jauhnya.

Pertanda apakah yang nampak dari mata batin Sang Pelaku itu?...

Dalam Kitab Musarar gubahan Sunan Giri Prapen,  dikisahkan bahwa dahulu kala ada seorang syaikh dari Ngerum atau yang kini dikenal sebagai Turki: Maulana Ali Samsu Zain (Maolana Ngali Samsujen), sang penumbal tanah Jawa, yang bersenjatakan cis atau  tombak. Untuk menaklukan lelembut (makhluk halus), jin, peri perayangan dan brekasaan yang menjajah tanah jawa.

Syekh Subakir menanam tumbal Rajah Aji Kalacakra tersebut  di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa.

Efek dari kekuatan gaib  yang dimunculkan oleh tumbal tersebut menimbulkan gejolak. Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam. Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan hujan api. gunung-gunung bergemuruh tiada henti.

Lelembut, setan, siluman lari menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung, semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran rajah tersebut. Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke lautan.

Sebagian jin yang lain ada yang mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir tersebut. Melihat hal itu, konon Sabda Palon, yang telah 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik dan keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut.

Sabda Palon lalu berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud  Syekh Subakir.

Syekh Subakir menyatakan, maksud dia, menancapkan tumbal itu tak lain untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu.

Setelah terjadi perdebatan mereka segera mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam. Hingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini menawarkan perundingan.

Isi kesepakatan itu  antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, tetapi jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syekh Subakir.

Sabbdo Palon kembali menegaskan JIKA TRADISI  ADAT DAN BUDAYA JAWA TELAH TERCERABUT MAKA DENGAN SENDIRINYA TUMBALMU AKAN TERCERABUT DARI BUMI JAWA. Aku yang akan kembali turun tangan untuk menjadi PAMOMONG tanah Jawa.

Benarkah yang terlihat oleh mata batin tokoh sepuh tersebut adalah sebab turas, anak putu Nusantara telah jauh meninggalkan adat dan budaya Nusantara yang adiluhung? Sehingga RAJAH KALA CAKRA TERCERABUT SEBAGAI PAKU BUMI JAWADWIPA dan Nusantara?. Semoga kita semua senantiasa mendapatkan perlindunganNya.

Rahayu...
https://youtu.be/V-PZ4-4q7Rc


Pertanda apakah yang nampak dari mata batin Sang Pelaku itu?...

Dalam Kitab Musarar gubahan Sunan Giri Prapen,  dikisahkan bahwa dahulu kala ada seorang syaikh dari Ngerum atau yang kini dikenal sebagai Turki: Maulana Ali Samsu Zain (Maolana Ngali Samsujen), sang penumbal tanah Jawa, yang bersenjatakan cis atau  tombak. Untuk menaklukan lelembut (makhluk halus), jin, peri perayangan dan brekasaan yang menjajah tanah jawa.

Syekh Subakir menanam tumbal Rajah Aji Kalacakra tersebut  di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa.

Efek dari kekuatan gaib  yang dimunculkan oleh tumbal tersebut menimbulkan gejolak. Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam. Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan hujan api. gunung-gunung bergemuruh tiada henti.

Lelembut, setan, siluman lari menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung, semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran rajah tersebut. Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke lautan.

Sebagian jin yang lain ada yang mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir tersebut. Melihat hal itu, konon Sabda Palon, yang telah 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik dan keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut.

Sabda Palon lalu berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud  Syekh Subakir.

Syekh Subakir menyatakan, maksud dia, menancapkan tumbal itu tak lain untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu.

Setelah terjadi perdebatan mereka segera mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam. Hingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini menawarkan perundingan.

Isi kesepakatan itu  antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, tetapi jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syekh Subakir.

Sabbdo Palon kembali menegaskan JIKA TRADISI  ADAT DAN BUDAYA JAWA TELAH TERCERABUT MAKA DENGAN SENDIRINYA TUMBALMU AKAN TERCERABUT DARI BUMI JAWA. Aku yang akan kembali turun tangan untuk menjadi PAMOMONG tanah Jawa.

e
y



Tidak ada komentar:

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman