Kamis, 31 Mei 2012

Jejak Misterius Di Bukit Sentana

Penulis Zamroni Allief Billah | Kamis, 31 Mei 2012 | 10.03.00 | Location:Tanjungsari, Kragan, Indonesia


Lima orang pemuda itu begitu bersemangat berjalan melintasi pematang sawah. Padi mulai menghijau di kaki bukit Sentana Desa Tanjungsari Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang. Dulah, Utoro, Roni, Haryanto dan Narendra bergegas mendekati puing-puing bangunan dari bata kuno berukuran sekitar 20 X 40 cm. Menurut sebagian orang, bata tersebut menyerupai batu bata yang ada dalam bangunan candi.

Mbah Kasturi, seorang sesepuh setempat meyakinkan kepada kelima pemuda tersebut bahwa reruntuhan yang menyerupai bangunan belum jadi tersebut adalah makam. Tempat peristirahatan terakhir Layang Seta dan Layang Kumitir. Mereka kalah saat perang melawan Damar Wulan dan di semayamkan di bukit tersebut.

Tak ada yang tersisa kecuali tumpukan bata merah berukuran besar membentuk persegi panjang seukuran 2 X 4 meter. Tinggi tumpukan bata tersebut sekitar satu meter setengah. Di dalam kotak (bangunan) tersebut telah ditumbuhi rerumputan dan ilalang sehingga tidak nampak ada sesuatu apakah yang berada di dalam inti bangunan tersebut.

Mbah Kasturi, pria kelahiran 1934 ini pernah lama menjabat sebagai kepala desa sewaktu muda. Dulu, kata Kasturi bangunan keramat tersebut masih terjaga. Namun setelah dia pensiun, kepala desa berikutnya tak ada lagi yang memetri tempat tersebut.

"Dulu seringkali ada orang luar daerah melakukan ritual di bukit Sentana. Tak jarang mereka bertapa beberapa hari untuk ngalap berkah di tanah keramat tersebut. Satu hal yang tidak saya lupakan makam tersebut tidak mau dibangun dengan bagus. Selalu ada halangan ketika mau dibangun mewah. Semenjak dulu hingga saya memimpin paling banter atapnya memakai ilalang, selalu begitu," terangnya.

Sebuah pantangan yang tidak boleh dilakukan di Desa Tanjungsari adalah seni pertunjukan dengan lakon 'Damar Wulan'. Pernah pada suatu ketika seluruh warga Tanjungsari dibuat kelabakan saat ada pertunjukan wayang golek. Pementasan tersebut sebelum kethoprak mencapai titik keemasan pada puluhan tahun silam.

"Saat itu kethoprak hampir dikatakan belum ada. Maka sebagai wujud syukur dalam sedekah bumi saat itu nanggap wayang dengan lakon Damar Wulan. Saat warga bersuka cita menikmati hiburan pertunjukan tersebut tiba-tiba banjir besar datang dari arah bukit Sentana," kata kasturi mengisahkan.

Warga yang berkerumum buyar sebab banjir besar tersebut. Padahal tidak ada hujan di kawasan tersebut. Namun banjir litu menyerupai ombak laut yang hendak menggulung seluruh desa. Menenggelamkan desa di kaki bukit Sentana sekaligus mengahnyutkan seluruh penduduknya.

Saat penduduk berhamburan, demikian juga pementasan segera dihentikan. Panggung dan para nayaga penabuh gamelan semua sudah basah terendam air. Anehnya saat pertunjukan itu dihentikan, banjir yang seolah dari bukit Sentana itu berangsur surut. Semenjak saat itu lakon Damar Wulan tidak pernah dimainkan di wilayah tersebut.

1 komentar:

kangmis mengatakan...

hehehhe,,, tempatQ main waktu masih kecil... jadi pengen pulang....

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman