Pabrik Semen di Rembang Dikhawatirkan Rusak Lingkungan
Rabu, 16 Februari 2011 | 16:24 WIB
TEMPO Interaktif, Semarang - Warga di Kecamatan Sale dan Gunem, Rembang, Jawa Tengah, khawatir pendirian pabrik PT Semen Gresik di wilayah mereka akan semakin merusak lingkungan. Sebab, selama ini praktek penambangan-penambangan yang dilakukan oleh beberapa pihak dinilai merusak lingkungan.
Wakil Direktur Fital Institute Rembang Zamroni mencontohkan penambangan di Sale. "Akibatnya, ada Gua Ayu di Sale yang sudah tertutup bebatuan," ujar warga Rembang tersebut saat dihubungi, Rabu (16/2).
Kondisi telaga dan mata air di Sale dan Gunem juga sudah mulai rusak. Zamroni menyatakan ada telaga di Gunung Butak yang airnya mengalir dan banyak ikannya. Tapi, kini sudah rusak dan ikannya tidak ada sama sekali.
Kekhawatiran lain jika ada penambangan pabrik semen adalah ancaman turunnya debit air di wilayah Sale dan Gunem. Menurut Zamroni, beberapa waktu lalu Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) sudah mengecek debit air. Hasilnya, debit air sumber semen turun 72 persen selama kurun waktu 19 tahun.
Hal itu menyebabkan area pengairan untuk sawah di Kecamatan Sale berkurang dari 750 hektare menjadi 564 hektare. "Pada tahun 1990, debit air sumber Semen 1.250 liter per detik tapi pada 2009, debit air menurun drastis menjadi 350 liter per detik," ujar Zamroni. Sedangkan penelitian versi PT Perhutani menyebutkan bahwa debit ari masih 600 liter per detik.
Selama ini, warga khawatir jika wilayah mereka dieksploitasi sehingga semakin memperparah kerusakan lingkungan. Selain itu, warga juga takut jika tertipu. Zamroni mencontohkan PT Semen Gresik mewacanakan soal ulah spekulan yang bisa menghambat pendirian pabriknya. Namun, kenyataannya saat ini para spekulan sudah bermain membeli tanah di Sale dan Gunem.
Warga mau menjual tanahnya kepada spekulan Rp 1.500 per meter karena tidak tahu jika ada pendirian pabrik semen. "Belum apa-apa saja sudah ada penipuan semacam ini. Jangan-jangan nanti ketika sudah berjalan pihak-pihak yang ambil keuntungan lagi tanpa mikir kesejahteraan warga," kata Zamroni.
Salah satu warga yang enggan disebut namanya menyatakan saat ini memang belum ada kekompakan apakah masyarakat menolak atau mendukung pendirian pabrik semen. Tapi, warga menginginkan jika ada pembangunan pabrik semen maka harus dilakukan sesuai prosedur dan tidak membohongi masyarakat. "Jangan ngelimpe. Kajian lingkungan dan sosialisasinya harus dilakukan jelas dan transparan," katanya.
Warga Desa Wonokerto, Kecamatan Sale, tersebut menambahkan penambangan biasanya akan menggeser bebatuan yang ada di perut bumi. Akibatnya, sumber mata air juga bisa tertutup. Selain itu, tandon air yang biasa berada di tanaman juga akan hilang.
PT Semen Gresik berjanji tetap akan menjaga lingkungan dalam pendirian pabriknya.
Ketua Tim Perluasan Bahan Baku Semen Gresik Group Lilik Sulistiyono menegaskan pendirian pabrik tidak akan merusak debit air. Sebab, dalam proses pembuatan produk semen nanti tidak akan menggunakan air. Pihaknya menjamin, seluruh aktivitas yang dilakukan seperti kegiatan penambangan ataupun operasional pabrik, tidak akan mengganggu sumber air yang menjadi kebutuhan warga di sekitar wilayah itu.
"Cara produksinya menggunakan teknologi sistem kering," katanya. Lilik menyatakan penggunaan air hanya untuk mendinginkan mesin. "Itu pun hanya butuh tak lebih dari 40 liter per detik dan tidak mengambil dari sumber air disekitar wilayah,” katanya.
ROFIUDDIN
Wakil Direktur Fital Institute Rembang Zamroni mencontohkan penambangan di Sale. "Akibatnya, ada Gua Ayu di Sale yang sudah tertutup bebatuan," ujar warga Rembang tersebut saat dihubungi, Rabu (16/2).
Kondisi telaga dan mata air di Sale dan Gunem juga sudah mulai rusak. Zamroni menyatakan ada telaga di Gunung Butak yang airnya mengalir dan banyak ikannya. Tapi, kini sudah rusak dan ikannya tidak ada sama sekali.
Kekhawatiran lain jika ada penambangan pabrik semen adalah ancaman turunnya debit air di wilayah Sale dan Gunem. Menurut Zamroni, beberapa waktu lalu Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) sudah mengecek debit air. Hasilnya, debit air sumber semen turun 72 persen selama kurun waktu 19 tahun.
Hal itu menyebabkan area pengairan untuk sawah di Kecamatan Sale berkurang dari 750 hektare menjadi 564 hektare. "Pada tahun 1990, debit air sumber Semen 1.250 liter per detik tapi pada 2009, debit air menurun drastis menjadi 350 liter per detik," ujar Zamroni. Sedangkan penelitian versi PT Perhutani menyebutkan bahwa debit ari masih 600 liter per detik.
Selama ini, warga khawatir jika wilayah mereka dieksploitasi sehingga semakin memperparah kerusakan lingkungan. Selain itu, warga juga takut jika tertipu. Zamroni mencontohkan PT Semen Gresik mewacanakan soal ulah spekulan yang bisa menghambat pendirian pabriknya. Namun, kenyataannya saat ini para spekulan sudah bermain membeli tanah di Sale dan Gunem.
Warga mau menjual tanahnya kepada spekulan Rp 1.500 per meter karena tidak tahu jika ada pendirian pabrik semen. "Belum apa-apa saja sudah ada penipuan semacam ini. Jangan-jangan nanti ketika sudah berjalan pihak-pihak yang ambil keuntungan lagi tanpa mikir kesejahteraan warga," kata Zamroni.
Salah satu warga yang enggan disebut namanya menyatakan saat ini memang belum ada kekompakan apakah masyarakat menolak atau mendukung pendirian pabrik semen. Tapi, warga menginginkan jika ada pembangunan pabrik semen maka harus dilakukan sesuai prosedur dan tidak membohongi masyarakat. "Jangan ngelimpe. Kajian lingkungan dan sosialisasinya harus dilakukan jelas dan transparan," katanya.
Warga Desa Wonokerto, Kecamatan Sale, tersebut menambahkan penambangan biasanya akan menggeser bebatuan yang ada di perut bumi. Akibatnya, sumber mata air juga bisa tertutup. Selain itu, tandon air yang biasa berada di tanaman juga akan hilang.
PT Semen Gresik berjanji tetap akan menjaga lingkungan dalam pendirian pabriknya.
Ketua Tim Perluasan Bahan Baku Semen Gresik Group Lilik Sulistiyono menegaskan pendirian pabrik tidak akan merusak debit air. Sebab, dalam proses pembuatan produk semen nanti tidak akan menggunakan air. Pihaknya menjamin, seluruh aktivitas yang dilakukan seperti kegiatan penambangan ataupun operasional pabrik, tidak akan mengganggu sumber air yang menjadi kebutuhan warga di sekitar wilayah itu.
"Cara produksinya menggunakan teknologi sistem kering," katanya. Lilik menyatakan penggunaan air hanya untuk mendinginkan mesin. "Itu pun hanya butuh tak lebih dari 40 liter per detik dan tidak mengambil dari sumber air disekitar wilayah,” katanya.
ROFIUDDIN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar