Berbicara ke-bangkit-an sastra di kota kecil Rembang, terlalu ngoyoworo jika saya mengatakan bahwa telah bangkit benih – benih baru yang akan menambah khasanah kesusastraan Indonesia (paling tidak di Rembang). Tapi fakta yang ada dilapangan cukup menjadikan kita (paling tidak saya) sedikit bernafas lega.
Dari jejaring sosial yang kini teramat diminati yang kemudian dikenal dengan sebutan fesbuk mengantarkan saya untuk mengenal kawan – kawan asli Rembang yang mempunyai perhatian lebih dalam hal menulis.
Beberapa bulan yang lalu saat pernikahan Putut yang kiprah kepenulisannya sudah masyhur dijagat Indonesia, sempat ngobrol dengan anak – anak muda Rembang yang saya yakin punya semangat yang luar biasa. bahkan dari cerita yang mereka paparkan, mereka telah banyak berkumpul dengan seniman – sastrawan – penyair dan apapun itulah sebutan yang tepat buat mereka sebab lidah ini belum terbiasa membahasakannya dan terlalu sulit bagi saya untuk membedakan mereka dengan sebutan yang sesuai dengan maqomnya.
Sempat bercakap dengan si rambut panjang yang saya kenal dengan sebutan Yayan Triyansyah, nampaknya karir kepenulisannya sudah lama di mulai entah sejak kapan sebab waktu yang sedemikian sempit tidak memberi saya waktu untuk menelisik sisi – sisi yang lain dari sosok Yayan. Satu hal yang dapat saya lihat dari sekilas pandang saat ngopi bersama, dia adalah sosok yang berbakat dibidangnya dan memiliki semangat yang luar biasa. pemuda energik ini nampaknya sudah memiliki penerbitan sendiri sebab dia sempat sedikit bercerita tentang hal tersebut.
Bessy Baskoro yang juga serombongan dengan kawan lain yang jauh – jauh bertandang ke Rembang (Sale) dari Jakarta sempat memunculkan opsi untuk bareng – bareng membangkitkan gairah menulis kepada kawan – kawan Rembang. Sebab menurutnya Rembang termasuk kabupaten yang tertinggal dalam hal semangat menulis. Pemuda yang berdarah Rembang inipun menaruh harapan besar agar REMBANG segera BANGKIT.
Seperti rapat anggota Dewan yang terhormat kami yang malam itu ‘ngopi’ disebuah warung kopi di Jatirogo sok adu argument kira – kira mengangkat tema apa besok kalau semangat ini tidak menguap hingga terwujud hayalan kita untuk mengadakan moment mempertemukan kawan – kawan yang seneng nulis diwilayah Rembang – Pati – Kudus Jepara dan kawan dari daerah lain yang mau terlibat (sebab tak mungkin hanya mengandalkan orang – orang Rembang: pesimis).
Ki Gambuh R Basedo kawan ngopiku tiap hari diam saja tak mengusulkan apapun tentang kira- kira tema apa yang akan kami angkat. Entah sudah pesimis duluan atau sedang mikir selingkuhan aku juga tak begitu mengerti tentang diamnya yang tanpa usul. Akhir – akhir baru saya tahu ternyata dia masih kepikiran tentang antologi puisinya yang bertajuk RUANG JINGGA yang barusan terbit.
Saya sempat mengusulkan sebuah tema perlawanan sebab saya masih terpengaruh beberapa hari terakhir ini saya sedang berusaha mengumpulkan data tentang seorang tokoh sejarah lokal (Sale) yang berjuluk Noyo Gimbal. Akhirnya saya yakin tema inipun cocok dengan kondisi Rembang yang saat ini yang menurut saya membutuhkan sebuah perlawanan yang konkret menghadapi realitas Rembang yang menurut saya (maaf) ‘rombeng.
Rembang yang memiliki sumber daya alam sedemikian rupa tapi tidak tergarap dengan maksimal dan hanya orang – orang tertentu saja yang dapat menikmatinya. Tapi entahlah kayaknya terlalu ngoyoworo juga kalau saya terlalu memaksakan diri untuk berbicara tentang sesuatu yang tidak saya mengerti. Yang saya tahu hanya bahwa saat ini Pancuran (Sale) di eksploitasi sedemikian rupa dan warga sekitar hanya sebagai penonton dan menikmati debu – debu beterbangan tiap harinya. Paling banter hanya jadi kuli, kecuali pamong desa setempat yang menurut bisik – bisik yang saya dengar banyak mendapatkan fasilitas dari pengelola disana. Saya tak mau menyebut nama PTnya, nanti malah saya dituduh pencemaran nama baik kan blaik.
Karena usul saya tentang perlawanan dirasa kurang tepat oleh kawan – kawan muncul fikiran nakal saya untuk mengusulkan sebuah nama yang juga masih merupakan ikon Rembang ‘Kartini. Muncul dalam benak saya ‘KARTONO-KARTINI BANGKIT MELAWAN’ tapi oleh Baskoro setelah taushiyah panjang lebar tentang sosok Kartono yang menurut dia Kartono adalah kakak Kartini yang lama tinggal di luar negeri. Saya lupa Baskoro mengatakan di Amsterdam apa Belanda, pokoknya diluar negeri lah…
Akhirnya kita sepakat mengusung tema KARTINI BANGKIT MELAWAN, lalu saya pulang dengan semangat berapi – api merasa mendapatkan siraman rohani dari kawan saya tersebut. Yang muncul dalam hati saya harus menulis tak peduli apapun yang saya tulis. Walau sebenarnya beberapa hari sebelum kedatangan kawan – kawan tersebut saya telah berikrar dalam hati bahwa saya harus menulis dan minimal satu judul dalam satu hari. Tapi sebab kedatangan mereka membuat saya semakin bersemangat untuk menulis.
Yang ada dalam hati saya sebenarnya, sebab saya tak punya cukup buku untuk saya baca saya merasa tertantang untuk menulis paling tidak sedikit lebih baik daripada dalam sehari semalam tidak membaca juga tidak menulis.
Sepulang dari ngopi bersama kawan – kawan tersebut segera saya buat sebuah group di facebook sesuai tema yang hendak kami angkat namun keusilan saya kembali merubah tema tersebut menjadi ‘BANGKIT MELAWAN (KARTINI)’ tapi hingga kini masih belum banyak anggotanya sengaja saya tidak invite siapapun karena saya hanya ngalamun bahwa teman – teman akan BANGKIT dan MELAWAN dengan sendirinya tanpa perlu undangan.
Setelah pertemuan tersebut terus terang saya pulang membawa uneg – uneg besar mohon jangan hujat saya setelah nanti saya sampaikan uneg – uneg tersebut. Tiba – tiba karena saya rumongso sebagai orang Rembang, ego ini mengajak saya untuk merasa memiliki sosok KH. Mustofa Bisri. Dan mungkin sebab rasa memiliki inilah membuat saya ingin demo pada Mbah mus. Ingin mendapatkan perhatian lebih dari sosok yang pentahbisannya sebagai ‘Penyair tiba- tiba seperti ketiban pulung. (maaf ini istilah saya).
Saya sempat mendapatkan sedikit cerita saat bersama Basedo sowan ke ‘ndalemnya. Beliau menyampaikan banyak hal hingga saya terlupa karena mungkin terpana kharismanya. Yang saya ingat bahwa beliau menyambut saya dengan begitu ramahnya padahal kami bukanlah siapa – siapa sungguh pengalaman yang luar biasa.
Uneg – uneg saya yang masih tersimpan hingga kini adalah bahwa saya ingin beliau memberikan perhatian lebih kepada kawan – kawan Rembang yang mempunyai keinginan dan harapan juga semangat besar untuk menulis. Tapi saya tak berharap beliau ndangu saya tentang siapa- siapa kawan di Rembang yang mempunyai semangat macam itu.
Bagaimana saya mampu menjawab jika nyatanya selama ini saya hanya ngalamun saja dan sama sekali tak pernah lakukan apa – apa. Tapi saya tahu Kyai Yahya Cholil Tsaquf juga bukan orang biasa – biasa, sebab saya dengar dari mas Rizal (menantu Mbah Mus) bahwa gus Yahya sedang mempersiapkan peluncuran buku. Belum lagi Gus Tutut (Yaqut Cholil Qoumas) politikus yang satu ini sangat pandai ‘ngocar - acir’ perasaan lalu mengumpulkan kembali menjadi perasaan yang baru dengan semangat baru dan harapan baru. Gus Tutut adalah guru yang luar biasa bagi saya, saya banyak membaca tulisannya dari blog beliau.
Awal mengenal fesbuk saya mengenal seorang kawan yang saya sempat kagum pada tulisan – tulisannya. Fatosa Andi, adik dari Iwan Thomasfa yang lima tahun kemarin menjadi ajudan Gus Tutut (saat menjabat wabup). Andi punya karakter tulisan yang khas ini paling tidak menurut saya tapi hingga kinipun saya belum tahu sejauh mana hasrat dia untuk mengembangkan tulisannya sama juga dengan kakaknya Iwan Thomasfa.
Yudi yarcho akhir – akhir ini saya melihatnya sering membuat note di fesbuknya. Kawan Rembang yang sekarang tinggal di Jepara ini saya juga berharap segera muncul ke permukaan sukur bisa membantu saya menyampaikan keresahan saya kepada Mbah Mus.
Mbah Mus, ini hanya pengandaian saja: andai saya berkesempatan sowan lagi di hadapan jenengan dan andai saya punya kemampuan menyampaikan saya ingin matur: Nuwun sewu Mbah Mus sesungguhnya saya ingin mendapatkan pencerahan dari jenengan dari segenap resah saya bahwa selama ini saya telah berani menuduh jenengan tidak peduli pada kawan – kawan Rembang yang hendak mengikuti kebesaran jenengan, bahwa selama ini saya lancang berani ngedumel dibelakang jenengan bahwa jenengan kurang perhatian terhadap kawan – kawan yang punya semangat besar dan keinginan besar (walau kemampuan kecil) untuk menulis.
Mabah Mus sungguh saya mohon maaf telah berani berandai – andai demo memohon keadilan jenengan padahal jenengan bukan tuhan, tapi kami merasa jenengan memiliki banyak kemampuan untuk menjadikan kami menjadi apa dan bagaimana.
Maaf kami tak lagi berandai dan terserah jenengan saja
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar