Aku menyebutnya ini cinta namun kau tak bisa menerimanya padahal kering air mataku terkuras rindu dan dendamku tlah hilang malu. Masihkah kau terbangkanku kala angin begini kencang menerpa.
Masih saja kau salahkan Haryo Penangsang yang merebut haknya sebelum akhirnya penulis sejarah menggiringnya menjadi tokoh kelam dalam ceritanya. Adakah kau menampik kasunyatan bahwa dialah pewaris sejati dan kultur mendukungnya sebelum ego mempropaganda? lalu Hadiwijoyo kau kultuskan bagai Dewa hingga setiap celotehnya adalah sabda.
Ken Arok pun enggan disalahkan kala membunuh Empu Gandring yang lamban mengusung taqdir, maka Arok tak pernah ragu menyambut sumpah sang Empu dibalik tirai darah.
begitulah politik membunuh sudah diawali sejak mula saat Adam dianggap tak adil membagi cinta.
Bila lagi kau bunuh rasamu maka siapa yang menuntunmu pada laut bila hausmu datang tiba – tiba ? sedang aku tlah menjadi karang yang selalu menanti gelombang datang.
Malamku muncul serta merta saat kau jujur berucap: siangmu tak lagi untukku walau kutahu gelapmu terpatri disudut hatiku bersama karang mengukir kenang.
Lalu…..?
Sabtu, 10 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar