Usah menuduhku tak setia sebab kaupun belum mampu menjelma Arjuna diantara selirnya. Aku tak lagi secantik dulu sebelum lahirkan tiga anak kita. Hingga kaupun kini memilih tinggalkan kisah yang tak pernah usai.
Kau tak pernah rasakan deritaku sebagi isteri kedua, tak sekedar cerca namun beban bathin dari anak – anak ini mana pernah kau peduli. Mereka menanggung tanya yang tak pernah tahu apa jawabnya.
“Bu… kenapa abahku juga ayah mereka ?”
Kemuliaan hati isteri pertamamu bertolak belakang dengan kedua maru-ku. Mereka haus akan diri dan seluruhmu hingga tak lagi tersisa buatku dan istri pertama.
Tak ada lagi rayumu semesra dahulu…
hilang kemanakah belai hangatmu yang dulu selalu mampu mencipta malamku tak lagi beku
sapa manja dan getar pesona yang sesakkan dadaku ?
Sebelum kehadiran dua lagi istri mudamu
Dulu kita bertiga sering pergi bersama berbagi ceria dan bahagia.
walau terselip cemburu namun kami selalu merasa itu sebab besarnya cinta kami padamu
Hanya antara aku kau dan istri pertamamu
Entahlah mungkin aku saja yang terlalu cerewet dan tak rela berbagi lagi. Apakah demikian pula rasa isteri pertamamu padaku aku tak tahu.
Cerai bukanlah jalan terbaik sebab bila demikian aku tlah kalah dalam perangku.
Sedang dia yang ku anggap pecundang begitu saja aku relakan merebut kau dariku.
Namun kau tak lagi mampu hadirkan damaiku sebagaiman dahulu.
Sampaikan padaku tentang adil menurutmu
Dan katakan apa beda cinta dan nafsu bagimu
Ini bukan soal tidak rela tapi ini tentang rasa yang terbelah oleh cinta
Menjelmalah Muhammad dalam membimbing istri – istrinya baru kau bicara.
Aku juga ingin seperti wanita lain yang memiliki suami tanpa harus berbagi tapi aku sadar bahwa hadirkupun tlah merebutmu dari istri pertamamu.
Manusia memang tak pernah ada puasnya. Seharusnya cukuplah bagiku apa yang tlah kau berikan dengan tulus padaku sebab kaupun tlah dengan sempurna berusaha.
Ajari aku berbagi
Senin, 19 Juli 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar