Kamis, 29 Juli 2010

NGGUGAH SIMBAH

Penulis Zamroni Allief Billah | Kamis, 29 Juli 2010 | 14.16.00 |
sebuah harap pada Mbah Topa




CENTINI nama indah pemberian Simbah berharap gadisnya menjadi perawan yang cantik penuh keberanian menghadapi dunia dan segala persoalannya. Gadis belia yang kini beranjak remaja terlahir dikampung Wurung sebuah desa kecil dilereng gunung Butak masuk kecamatan paling timur di kabupaten Rembang

Tujuh belas tahun yang lalu Centini terlahir sebagai yatim bapaknya meninggal ketika dia masih tiga bulan dalam kandungan ibunya. Alam Wurung yang begitu keras sebab gunung Butak kini telah terkikis habis oleh keganasan masyarakat sekitar. Hingga tak lagi kini hawa sejuk peguunungan terasa menyapa ditiap paginya.

Bapak Centini yang seorang blandong ditembak mati oleh seorang polisi hutan saat mencuri kayu dihutan sebelah rumahnya, tidak ada keberanian melaporkan kejadian tersebut kepada pihak yang berwajib sebab Kepala Desa Wurung galaknya juga minta ampun. Tidak ngayem – ayemi justru mengintimidasi keluarga Centini biar tak melaporkan kejadian tersebut kepada kecamatan atau siapapun dan meminta keluarga ini untuk tutup mulut.

Saat Centini berumur tiga tahun kembali gadis kecil ini ditinggal mati sang ibu. Centini besar dalam asuhan kakeknya. Mbah Topa demikian Centini tahu nama kakeknya dari orang – orang yang memanggilnya. Mbah Topa seorang tua yang cukup disegani dikampungnya. Lelaki bersahaja ini selalu ramah kepada siapa saja walaupun dia termasuk berlebihan dalam harta namun tak pernah sombong dan membeda – bedakan hingga menjadikannya teramat disegani dikampungnya.

Mbah Topa termasuk orang yang nyeleneh dan nyentrik dikampung Wurung. Cara dia menjalani hidup berbeda dengan orang kebanyakan, selalu memiliki prediksi – prediksi masa depan yang selalu menjadi kenyataan. Seperti saat ramai – rami orang kampung menjarah kayu di gunung Butak, belaiaulah satu – satunya orang orang yang getol melarang warga agar menghentikan penjarahan.

Kang Parto, blandong paling mersul dikampung membantah dawuh MbahTopa
“halah padune sampeyan kuwi sudah tua jadi sudah gak kuat lagi mikul kayu, makanya nglarang wong kampung nyolong kayu. Sampeyan kan iri sama orang – orang to ?”
“lho nggak gitu kang karepku… aku khawatir kalau kayu – kayu ini habis ditebangi nanti kalau hujan datang, khawatirnya nanti banjir dan gunung ambrol terus njungkuri sawah – sawah yang dibawah gunung kan repot to kang… ” mbah Topa menjelaskan.
“gak percoyo mbah… kaya dongke aja..”

Namun orang kampung walau tak terang – terangan nglawan Mbah Topa tapi tetap saja menjarah rayah kayu tersebut hingga akhirnya Gunung Butak benar – benar habis tinggal onggokan tanah yang meninggi dipenuhi rerimbunan ilalang dan semak – semak tak ada lagi pohon besar disana.

Musim penghujan tiba dan benarlah apa yang dikatakan Mbah Topa. Banjir bandang melanda desa dan gunung Butak jungkur, batu – batu gunung mulai yang sebesar kepala orang dewasa hingga yang sebesar kerbau hanyut terbawa banjir dan merusak tanaman dan tegalan warga.

Setelah kejadian itu Mbah Topa makin disegani penduduk desa Wurung, hingga menjadi jujugan warga bila ada yang membutuhkan bantuan mulai suwuk bila anaknya sakit panas hingga tempat curhat bila ada perselingkuhan. Mbah Topa selalu menjadi konsultan dari berbagai persoalan.

Kini Centini berumur tujuh belas tahun, menyimpan segenap resah dan tanya yang berusaha dia pendam selama ini. Gadis cantik yang grapyak semanak dan pandai bergaul, sama dengan Mbah Topa dia pun selalu ramah dan nyedulur pada siapa saja. Wajahnya bulat telur dengan rahang agak melintang serta sorot matanya yang tajam mewakili sifatnya yang tegas cenderung keras. Namun selalu berhati – hati dalam mengambil setiap keputusan.

Tersimpan dan selalu berusaha dia pendam sebuah tanya yang selama ini mengusik keceriaannya. Mbah Topa yang memiliki kekayaan luar biasa namun tak pernah menuruti permintaan Centini. Padahal Centini hanya minta dibelikan sepeda.

Sebuah sore menjelang maghrib Centini memberanikan diri bertanya pada Mbah Topa.
“nuwun sewu mbah saya mau tanya..”
“iya nduk… kamu mau tanya apa ?” jawab mbah Topa sembari mengelus kepala cucunya dengan penuh kasih sayang.
“saya protes mbah…..”
“lho kok…? Katanya mau tanya kok jadi protes…?” goda Mbah Topa pada cucunya diiringi tawa khasnya yang renyah.
“masak iya saya minta dibelikan sepeda ontel aja tak pernah dituruti…”
“lho ya kamu kan sudah punya sepeda…?”
“huft…simbah gak adil…. simbah punya segalanya jangankan beli satu sepeda baru buatku, beli sepeda baru buat orang sekampung saja simbah pasti mampu tapi aku minta di tumbaske sepeda saja tak pernah dituruti..” Centini ngedumel protes pada Mbah Topa…
“ha ha ha ha ha ….centini…. centini…. Kamu itu lucu, masa iya simbah beli sepeda buat orang sekampung. Sepeda yang kamu pake aja kan bukan simbah yang beli”
“makanya saya mau protes pada simbah… soalnya simbah pelit… harta begini banyak ahli waris tidak ada kecuali saya tapi simbah amit – amit…pelitnya”
“sudahlah cucuku kamu sholat maghrib dulu, nanti habis sholat simbah tunggu diruang tengah..”

Bergegas Centini ke mushola menunaikan sholat maghrib berjamaah. Tak tenang dalam sholatnya Centini masih memikirkan kata – kata simbahnya. Jarang sekali Mbah Topa mengajak bicara, apalagi sampai serius kayak gitu.

Diruang tengah Mbah Topa sudah menunggu Centini. Asap tembakau mengepul dari rokok klobot dan mbako hasil irisan sendiri.
“sini nduk….”
“njih Mbah sekedap…” setelah rukuh dan sajadah ditaruh dikamar segera gadis cantik itu menghampiri simbahnya yang sudah gelisah menunggu.
“Centini….kamu tahu kenapa dulu kamu aku kasih nama Centini…..?” belum sempat sang cucu menjawab Mbah Topa meneruskan dawuhnya.
“Centini itu artinya cantik, simbah berharap kamu tumbuh dewasa tetap cantik tak hanya lahir tapi ditopang kecantikan bathiniyah yang membawa kedamaian bagi siapa saja yang didekatmu”
“maksudnya apa mbah…?” Centini menyela.
“telah simbah ajarkan padamu amalan tambahan selain lima waktu, mulai sholat malam hingga dzikir yang aku perintahkan kesemuanya itu bila dapat kamu jalankan sesuai dengan tata cara dan adab yang benar maka tanyamu yang kini tersimpan dalam dadamu tak perlu kau mencari jawab dari orang lain… tersimpan jawab dihatimu dari seluruh tanya yang ada”
“caranya….mbah..?”
“sudahlah… jalani saja yang selama ini simbah perintahkan. Tapi yang terpenting adalah tentang protesmu selama ini sebenarnya sama sekali tak beralasan. Bukan aku pelit dan tidak akan membagikan harta ini padamu tapi aku justru menyiapkan dirimu agar benar – benar siap menjadi penerus simbahmu yang sudah renta ini. Masa simbah sudah hampir usai, sebentar lagi simbah mangkat dan berganti dengan masa dan kejayaanmu”

Centini hanya tertunduk saja tak mampu berkata – kata. Selama ini jiwanya dipenuhi kegelisahan yang tak pernah terjawabkan. Mbah Topa lelaki kaya raya yang tidak memiliki siapa – siapa kecuali Centini tapi begitu tega membiarkan dia hidup dalam kesusahan dan pas – pasan.

Ternyata Mbah Topa punya rencana lain membiarkan gadis ini liar dan dibesarkan kahanan. Berharap menjadi gadis matang dan dewasa tidak hanya menjadi penerus sebab keberuntungan. Menjadi tidak berguna bila simbah selalu memanjakannya dengan harta dan segala fasilitas yang ada.

Namun gadis ini tidak begitu saja menerima dalih Mbah Topa bahkan sempat terlintas fikiran buruk atas simbahnya ini. Terlintas dalam benaknya bahwa simbahnya mungkin hendak kawin lagi setelah sekian lama menduda dan hidup hanya bertemankan gadis kecil macam dirinya.

Mungkinkah,,,? Centini terombang ambing oleh fikirannya. Dia kembali berusaha jernih menilai sosok simbahnya yang bijaksana dan begitu dihormati dikampungnya. Kalau memang Simbah mau kawin mestinya sudah dari dulu – dulu dan tidak sekarang.

Simpang siur berseliweran berbagai pemikiran gadis ini kepada simbah kakung yang tercinta. Tapi satu hal yang tetap diharapkan Centini, tak peduli karep Mbah Topa biar dia mau kawin lagi atau dia mau memberikan hartanya kepada panti asuhan atau apapun yang dikehendaki simbahnya dia tak peduli. Gadis ini masih saja belum bisa menerima akan yang dikehendaki simbahnya.

Centini butuh fasilitas untuk menopang hidupnya.

Tidak ada komentar:

 

Permainan Tradisional


Permainan Lainnya »

Kembang Boreh


Kembang Lainnya»

Laesan


Laesan Lagi»
..

Misteri

Dolanan

Tradisi

Gurit

Kembang ~ Mayang

Puisi

Cer ~ Kak

Laesan

Gambar Misteri

Artikel Disarankan Teman