Penjaga Makam Putri Sari Jati
Dikisahkan pada zaman Majapahit, seorang Putri bertualang
meninggalkan segala kemewahan yang ada. Obsesi pribadinya adalah mewujudkan
pemerataan dalam sisi kemakmuran yang ada. Sebab menurutnya kemewahan saat itu
hanya bisa dirasakan oleh para penguasa dan para pemegang kuasa kerajaan.
Empati yang tumbuh sebab sebelumnya sang Putri secara diam –
diam telah melakukan perjalanan menyisir desa-desa yang jauh dari pusat kota
kerajaan. Banyak para petani yang hidup menderita dan serba kekurangan karena
sawah ladang mereka tidak menghasilkan.
Kemarau panjang menjadi salah satunya namun banyak juga yang
rusak oleh sebab serangan hewan pengrusak, celeng tikus merajalela belum lagi
maling semakin merebak tanpa ada satupun usaha kerajaan untuk membasmi.
Bagi sang Putri, kerajaan hanya mengutamakan gengsi di
hadapan kerajaan lain dan lebih mementingkan perluasan wilayah namun kurang
memperhatikan nasib rakyatnya. Pada kenyataannya kerajaan tidak mau tahu
persoalan rakyat yang hampir kelaparan sebab gagal panen dan maling yang
semakin menjadi-jadi. Upeti selalu ditarik tanpa peduli sama sekali.
Kegelisahan ini membuat Putri Sari Jati melaksanakan niatnya
untuk meninggalkan segala kemewahan dan fasilitas kerajaan. Tanpa pengawalan
dari kerajaan dan hanya membawa satu pengikut setianya, Putri ‘jajah desa
milangkori’, menularkan ilmu yang dimilikinya kepada desa – desa yang dilalui.
Hal mendasar yang harus dibenahi menurut Putri adalah sistem
pemerintahan dari bawah, Putri melakukan gerakan bawah tanah dengan mengunjungi
desa – desa di bawah kepemimpinan Majapahit.
Alhasil banyak
perubahan yang mulai dirasakan rakyat jelata dari kebijakan yang diterapkan
setiap demang (sekarang Kepala Desa), dan dampak positif lainnya, rakyat mulai
kritis dan berani memberikan pendapat kepada fihak kerajaan.
Perubahan ini mulai menggelisahkan kerajaan hingga
dibentuklah tim khusus untuk membunuh Putri. Saat Putri sampai di wilayah Sluke
dan melakukan pembenahan di sana pihak kerajaan menemukannya sedang semedi di
pinggir pantai. Tanpa menunggu lama tim yang dibuat fihak kerajaan itu langsung
menghabisi nyawa Putri Sari Jati.
Putri tersungkur dan darah mengalir deras mengucur di sungai
yang terhubung dengan laut. Karena laut sedang pasang, darah Putri terbawa
ombak melalui sungai hingga bau darah itu tercium hingga daratan di
perkampungan. Lalu warga berbondong – bondong keluar mencari aroma yang begitu
kuat masuk ke rongga dada mereka. Bukan bau anyir darah tapi harum yang tercium
dari setiap penduduk yang berdekatan dengan sungai tersebut. Hingga kini,
mengingat perjuangan sang Putri, daerah tersebut terkenal dengan sebutan Jati
Sari, sebuah desa yang masuk dalam wilayah kecamatan Sluke Kabupaten Rembang.
Tersisa sebuah pohon Jati besar di makam Putri jati Sari
hingga kini sebab tidak ada satupun warga yang berani menebang jati tersebut.
Bahkan menurut Suratmin (37), warga desa Sluke menyampaikan sering muncul
adanya penampakan di wilayah makam tersebut.
“Lelaki tua berjenggot panjang hingga menyengser tanah, itu
adalah penjaga makam tersebut,” kata lelaki yang akrab disapa Dewo.
Dewo mengatakan bahwa lelaki tua itu sering muncul dan
menampakkan diri terlebih bila saat mendekati waktu maghrib. Tidak pernah
mengganggu namun dia hanya ingin menunjukkan eksistensi sebagai penjaga makam
keramat tersebut dan tak sedikit warga yang kebetulan melintas di sana melihat
adanya penampakan lelaki tua dengan jenggot menyentuh tanah sebagai penjaga
makam dari seorang Putri yang telah melakukan revolusi atas penindasan kekuasaan
terhadap rakyat jelata. (Zam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar